Banjarmasin, Koranpelita.net
DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar Rapat Paripurna dengan agenda Pandangan Umum tujuh Fraksi dewan terhadap usulan tiga Rancangan peraturan daerah (Raperda) yaitu, Pengelolaan aset daerah. Penambahan penyertaan modal kepada PT Bank Kalsel, dan RAPBD Provinsi Kalsel tahun 2026, di Banjarmasin, Kamis (25/9/2026)
Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Kalsel, HM Alpiya Rakhman, dan H Kartoyo, serta dihadiri Asisten Prekonomian dan Pembangunan, Setdapov Kalsel, Ir Ariadi Noor, dan sejumlah pejabat SOPD provinsi setempat
Juru bicara Fraksi Demokrat Pembangunan Perjuangan (DPP) DPRD Kalsel, M Syaripuddin, dalam pandangan umum terhadap RAPBD tahun 2026, mengkritisi sisi belanja, yang masih didominasi belanja operasi yang mencapai lebih dari 62%, mengindikasikan masih tingginya beban rutin, sementara belanja modal produktif hanya sekitar 21%.
Padahal, Kebijakan Umum Anggaran (KUA) 2026 menekankan percepatan infrastruktur dan penguatan sektor-sektor produktif. sehingga Fraksi DPP menilai ketidakseimbangan ini perlu segera disesuaikan agar APBD lebih berpihak pada pembangunan jangka panjang dan peningkatan daya saing daerah.
Pada bidang pelayanan dasar, alokasi untuk pendidikan dan kesehatan memang cukup besar.
Namun, persoalannya bukan hanya soal jumlah, melainkan soal efektivitas penggunaan anggaran.
“Kami mengingatkan agar anggaran pendidikan tidak hanya habis untuk belanja rutin pegawai, tetapi benar-benar difokuskan pada peningkatan mutu belajar, sarana prasarana, serta perluasan akses pendidikan yang merata,” tegas M Syaripudin.
Begitu pula pada bidang kesehatan,
Anggaran besar yang dialokasikan pada rumah sakit dan fasilitas kesehatan harus diikuti peningkatan kualitas layanan, ketersediaan tenaga medis, dan akses yang lebih mudah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun anggaran 2024 dari BPK memang memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP), namun dengan sejumlah catatan penting.
“BPK menemukan masih adanya kelemahan dalam penatausahaan aset tetap, belanja barang dan jasa yang berpotensi tidak efisien, serta belum optimalnya pengelolaan pendapatan asli daerah, terutama pada sektor retribusi dan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan,” paparnya.
Catatan-catatan ini harus menjadi peringatan sekaligus pijakan untuk perbaikan RAPBD tahun anggaran 2026. Karena tanpa menindaklanjuti rekomendasi BPK, maka kelemahan tata kelola yang sama dapat terulang kembali dan melemahkan efektivitas penggunaan anggaran.
Kendati menyampaikan sejumlah koreksi, namun Fraksi DPP, mempersilakan ketiga buah rancangan peraturan daerah tersebut agar dilanjutkan ke tahap pembahasan yang lebih mendalam, dengan tetap memperhatikan catatan dan masukan yang telah disampaikan.(pik)