Ketua Fraksi DPP DPRD Kalsel, Muhammad Syarifuddin, saat rapat paripurna. (Poto : hms)

Fraksi DPP DPRD Kalsel Soroti Aset Milik Daerah Banyak Yang Tak Jelas dan Berpotensi Merugikan Daerah

Banjarmasin, Koranpelita.net

DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar Rapat Paripurna dengan agenda Pandangan Umum tujuh Fraksi DPRD, terhadap usulan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yaitu, Pengelolaan Aset Daerah. Penambahan Penyertaan Modal kepada PT Bank Kalsel, dan RAPBD Provinsi Kalsel tahun 2026, di Banjarmasin, Kamis (25/9/2026)

Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Kalsel, HM Alpiya Rahman, dan H Kartoyo, serta dihadiri Asisten II Setdapov Kalsel, Ir Ariadi Noor.

Fraksi Demokrat Pembangunan dan Perjuangan (DPP) melalui juru bicaranya, Muhammad Syarifuddin, dalam forum itu menyampaikan, setelah menyimak penjelasan yang telah disampaikan oleh Gubernur Kalsel pada tanggal 11 September 2025, mengenai tiga raperda tersebut dinilai memiliki posisi yang strategis.

Diantaranya raperda pengelolaan barang milik daerah, menyangkut tata kelola aset yang menjadi tulang punggung pelayanan publik dan instrumen pembangunan daerah.

Kemudian raperda tentang penambahan penyertaan modal pemerintah daerah kepada BPD Kalsel berkaitan dengan penguatan kelembagaan keuangan daerah yang diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan mendukung sektor riil.

Begitu juga Raperda tahuun 2026 yang merupakan instrumen fundamental dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah atau cerminan arah kebijakan pembangunan yang memuat prioritas program, keberpihakan fiskal, serta komitmen pemerintah daerah untuk menjawab kebutuhan masyarakat.

“Raperda sebagai produk hukum daerah bukan hanya berfungsi untuk memenuhi aspek legalitas, melainkan juga merupakan pedoman operasional dalam mempercepat pencapaian tujuan pembangunan daerah. Sehingga, penyusunannya harus benar-benar dirancang secara cermat melalui penataan materi dan substansi yang komprehensif. Karenanya, izinkan kami memberikan beberapa catatan terhadap ketiga raperda tersebut,” kata M Syaripudin.

Catatan tersebut pertama, terhadap raperda tentang pengelolaan barang milik daerah
pengelolaan aset daerah hendaknya tidak semata-mata dipandang sebagai proses administratif, melainkan harus diarahkan untuk mendukung pelayanan dasar, pembangunan yang berkelanjutan, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat di seluruh wilayah kalimantan selatan. karena perlu kita pahami bersama, barang milik daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keuangan daerah, sehingga pengaturannya harus terintegrasi dengan sistem informasi keuangan daerah.

“Kami memandang perlunya ditegaskan mengenai mekanisme integrasi antara sistem informasi pengelolaan barang milik daerah dengan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah. karena tanpa integrasi yang kuat, potensi ketidaksinkronan data aset dengan data keuangan sangat besar dan dapat berimplikasi pada lemahnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah,” tegasnya.

Politisi PDI-P ini menyoroti dari sisi implementasi, bagaimana kompetensi sumber daya manusia di berbagai perangkat daerah yang masih terbatas dalam hal pencatatan, inventarisasi, maupun optimalisasi pemanfaatan barang milik daerah. Oleh karena itu, raperda ini kedepan harus mengamanatkan adanya program penguatan kapasitas, sertifikasi aparatur, serta peningkatan sistem pengawasan internal.

Perlu ditambahkan klausul mengenai kewajiban keterbukaan informasi publik terkait data aset daerah, sepanjang tidak melanggar kerahasiaan negara.

Transparansi ini penting untuk mendorong partisipasi masyarakat sekaligus meningkatkan fungsi pengawasan publik. untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah daerah perlu mengembangkan sistem berbasis digital yang terintegrasi dengan bpkad dan inspektorat, serta dapat diakses secara terbatas oleh masyarakat. selain itu, kami menekankan pentingnya akuntabilitas melalui audit aset daerah secara berkala oleh BPK maupun inspektorat, dengan kewajiban publikasi hasil audit sebagai wujud transparansi.

Terkait pemindahtanganan aset sebagaimana diatur dalam pasal 41 sampai dengan pasal 45, fraksi DPP juga menegaskan perlunya pengaturan yang lebih ketat. proses pemindahtanganan wajib dilakukan melalui appraisal independen, melibatkan DPRD dalam proses persetujuan, serta memperhatikan batasan nilai strategis agar tidak membuka celah penyalahgunaan aset.

Disisi lain, Fraksi DPP juga menyampaikan evaluasi terhadap kelemahan perda sebelumnya, khususnya pada aspek penegakan hukum, pengendalian, dan pengawasan yang dinilai masih lemah.

Oleh karena itu, raperda ini harus menegaskan adanya sanksi administratif maupun pidana yang tegas bagi pejabat yang lalai atau menyalahgunakan kewenangan dalam pengelolaan aset.

Mencermati laporan hasil pemeriksaan badan pemeriksa keuangan atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun anggaran 2024. dari hasil telaah tersebut, kami memberikan perhatian terhadap catatan penting BPK mengenai penatausahaan aset atau barang milik daerah (BMD), yang hingga kini masih menunjukkan berbagai kelemahan mendasar. misalnya dalam penatausahaan aset

Pada kartu inventaris barang (KIB). masih terdapat ratusan persil tanah yang belum bersertifikat, puluhan persil tanpa keterangan luas dan lokasi, bahkan terdapat aset dengan nilai tidak wajar.

Pada KIB peralatan dan mesin, ribuan kendaraan bermotor tidak dilengkapi data identitas yang memadai. demikian pula pada KIB gedung, bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, ditemukan banyak aset tanpa keterangan luas maupun lokasi yang jelas, serta adanya aset rusak berat yang tetap tercatat sebagai aset aktif.

“Fakta ini mencerminkan lemahnya manajemen aset dan berpotensi menimbulkan kerugian bagi daerah,”ingatnya.

Usai rapat, Ir Ariadi Noor menyatakan akan memperhatikan saran-saran yang disampaikan dalam pandangan umum fraksi dewan tersebut, (pik)

About Kontributor

Check Also

Fraksi DPP Soroti Belanja Operasi Lebih Dari 62% Dalam RAPBD 2026, Belanja Modal Produktif Hanya Sekitar 21%,

Banjarmasin, Koranpelita.net DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar Rapat Paripurna dengan agenda Pandangan Umum tujuh Fraksi …