Banjarmasin, Koranpelita.net
DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) menggelar Rapat Paripurna dengan agenda Pandangan Umum tujuh Fraksi DPRD, terhadap usulan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yaitu, Pengelolaan Aset Daerah. Penambahan Penyertaan Modal kepada PT Bank Kalsel, dan RAPBD Provinsi Kalsel tahun 2026, di Banjarmasin, Kamis (25/9/2026)
Rapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Kalsel, HM Alpiya Rahman, dan H Kartoyo, serta dihadiri Asisten II Setdapov Kalsel, Ir Ariadi Noor.
Pandangan umum, terhadap Penambahan Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan kepada PT Bank Kalsel, juru bicara Fraksi Demokrat Pembangunan dan Perjuangan (DPP) DPRD Kalsel, Muhammad Syarifuddin, menegaskan,
penyertaan modal yang bersumber dari APBD, harus dipastikan tidak menjadi beban keuangan daerah di masa mendatang.
“Sehingga diperlukan strategi mitigasi risiko yang tepat serta penetapan indikator kinerja yang terukur,” sebut M Syaripudin.
Indikator tersebut lanjut politisi PDI-P ini, harus mampu menjadi dasar evaluasi, baik dari sisi keuntungan finansial, kontribusi terhadap pendapatan asli daerah, maupun dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Bank Kalsel diharapkan menjadi motor penggerak perekonomian daerah melalui dukungan bagi UMKM, dunia usaha lokal, dan peningkatan inklusi keuangan.
Karena itu, penambahan modal tidak boleh sekadar memperkuat struktur internal perbankan, melainkan harus dipastikan mampu memberikan dampak ekonomi yang luas, nyata, dan langsung dirasakan oleh masyarakat. baik dengan diarahkan untuk memperbesar penyaluran kredit produktif ke sektor unggulan daerah seperti pertanian, perikanan, industri kreatif, dan umkm, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat melalui akses pembiayaan yang lebih luas dan terjangkau.
Dalam kerangka regulasi, kami berpendapat bahwa raperda ini perlu menambahkan klausul mengenai kewajiban Bank Kalsel untuk menyusun rencana bisnis tahunan yang selaras dengan prioritas pembangunan daerah.
Rencana tersebut harus memuat sasaran strategis, target pembiayaan pada sektor unggulan, serta proyeksi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Selanjutnya, capaian pelaksanaannya wajib dilaporkan secara berkala kepada pemerintah daerah dan DPRD, sehingga terdapat mekanisme evaluasi, pengawasan, dan penyesuaian kebijakan yang lebih terukur.
“Fraksi DPP mencermati secara serius klausul penyertaan modal pemerintah Provinsi Kalsel kepada Bank Kalsel sebesar Rp 400 miliar yang direncanakan akan direalisasikan dalam satu tahun anggaran yakni tahun 2026, disamping alokasi penyertaan modal daerah dalam RAPBD, tahun anggaran 2026 sebesar rp 55 miliar.
Dalam kondisi normal, penyertaan modal memang dapat dipandang sebagai bentuk investasi daerah yang diharapkan memberikan keuntungan jangka panjang, baik berupa dividen maupun penguatan peran Bank Kalsel dalam mendukung perekonomian daerah.
“Namun, membebankan seluruh nominal tersebut hanya dalam satu tahun anggaran akan borpotensi membawa implikasi besar terhadap struktur APBD 2026, di tengah situasi fiskal yang ditandai defisit lebih dari Rp.1 triliun, serta kebijakan efisiensi nasional yang menuntut pemerintah daerah mengutamakan belanja produktif dan prioritas pelayanan publik.
“Penyertaan modal sebesar Rp 400 miliar dalam satu tahun berpotensi menggeser alokasi belanja lain yang lebih mendesak, seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur dasar, dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan,” katanya.
Dampak langsungnya adalah, berkurangnya ruang fiskal untuk mendanai program-program pembangunan yang menjadi indikator kinerja utama pemerintah daerah sebagaimana tercantum dalam RPJMD dan RKPD. sehingga jika tidak diimbangi dengan strategi yang matang, penyertaan modal ini justru akan menimbulkan opportunity cost yang tinggi.
Dalam pandangan Fraksi DPP, mekanisme yang lebih bijaksana seharusnya adalah penyertaan modal secara bertahap dengan skema multi years, sehingga tidak membebani APBD murni dalam satu tahun.
Dengan pola tersebut, pemerintah daerah tetap dapat memperkuat permodalan Bank Kalsel, tetapi tanpa mengorbankan belanja publik dan target-target pembangunan.
Selain itu, setiap tahapan penyertaan modal harus disertai kajian kelayakan bisnis, proyeksi dividen, serta evaluasi kinerja bank kalsel secara periodik.
Jika dibandingkan dengan pengaturan sebelumnya sebagaimana tertuang dalam Perda Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 tahun 2022, mekanisme penyertaan modal dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu tiga tahun (2022–2024) dengan jumlah total Rp 155,88 miliar berupa uang dan Rp 135,26 miliar berupa aset tanah serta bangunan.
“Pola multi years tersebut jelas lebih memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk menjaga keseimbangan fiskal, sekaligus menghindari guncangan besar terhadap struktur APBD karena beban anggaran tidak ditanggung dalam satu tahun saja”. beber Syarifuddin.
Dikonfirmasi hal hal diatas, Asisten Prekonomian dan Pembangunan Setdaprov Kalsel, mewakili gubernur, usai rapat menjelaskan, nanti akan melihat bisnis proses seperti apa tujuan dan pengunaannya. Kemudian nanti, baru keputusan dewan apa setuju atau tidak untuk menggelontorkan penyertaan modal.
“Jadi nanti kita lihat bisnis prosesnya yang disampaikan ke dewan, apakah bisa full atau bertahap,” jelas Ariadi Noor (pik)