Banjarmasin, koranpelita.net
Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tahun 2019 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara adalah untuk penyempurnaan regulasi yang sesuai dengan kondisi kekinian.
Usulan raperda yang akan mulai digodok Pansus IV DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) yang terbentuk Selasa (20/5/2025) kemarin, nantinya tetap mengacu UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara dan Peraturan Presiden (Peppres) Nomor 55 Tahun 2022 sebagai petunjuk teknis pelaksanaan yang diacu oleh raperda yang baru nanti.
Kepala Bagian Perundang-Undangan Biro Hukum Setda Provinsi Kalsel, M Said, SH LLM, menegaskan, revisi perda diatas bertujuan untuk memudahkan dan mengatur tatakelola pertambangan di Kalsel dan meniti pada “kewenangan yang didelegasikan” dalam aturan pemerintah pusat.
“Ini untuk memudahkan urusan pengelolaan pertambangan yang sebelumnya dipusat, didelegasikan ke daerah, termasuk tambang batubara,” kata Said.
Dia menjelaskan, UU 23 tahun 2014 menarik kewenangan daerah ke pusat. Sehingga perda Kalsel Nomor 5 tahun 2019 tak lagi relevan dan perlu disesuaikan, apakah itu direvisi atau disusun kembali jika muatanya lebih dari 30 persen.
“Jadi perda ini nanti hanya memilah dan mengatur serta menegaskan kewenangan yang didelegasikan ke daerah,” tegas Said.
Dia menambahkan, untuk pemberian izin tambang batubara tetap jadi kewenangan pusat, dan jika pusat mendelegasikan maka daerah melaksanakan dengan kewenangan yang sudah digariskan.
“Jadi perda ini nanti hanya menyusun kembali, mana saja yang jadi kewenangan daerah. Tapi untuk batubara tetap pusat yang menentukan. Daerah tidak bisa, kecuali diberikan delegasi kewenangan berdasarkan Pepres,” tegas Said.
Kepala Dinas ESDM Provinsi Kalsel, Isharwanto, mengungkapkan hal senada.
Sejak lima tahun lebih daerah tak lagi mengeluarkan izin pertambangan batubara. Semua urusan itu ada di pusat.
Berkait raperda yang akan digodok sekarang menurutnya, juga tidak termasuk untuk batubara, tapi hanya mengurus pertambangan jenis galian C, seperti batu kali, pasir, sirtu, yang saat ini ada sekitar 138 pertambangan galian C.
“Jadi daerah hanya ngurus tambang galian C saja, bukan untuk batubara,” jelas Isharwanto.

Ketua Pansus IV Raperda Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Kalsel, Athaillah Hasby, menambahkan, pentingnya penyusunan regulasi daerah yang tegas dan terstruktur dalam mengatur Galian C, mengingat banyaknya keluhan masyarakat terhadap dampak negatif yang ditimbulkan.
“Kita tidak bisa lagi membiarkan ini terus
berlangsung tanpa pengawasan yang kuat.
Kerusakan jalan, pencemaran sungai, hingga konflik lahan terus terjadi akibat lemahnya kontrol,” sebutnya.
Sebelumnya, Senin 19 Mei 2025, di DPRD Gubernur Kalsel H Muhidin secara langsung menyampaikan paparan dua raperda yaitu, RPJMD Provinsi Kalsel Tahun 2025–2029.
Untuk Raperda Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Gubernur menyebutkan, Perda Nomor 5 tahun 2019 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sudah kurang relevan. Khususnya terkait Istilah, “kewenangan dan pengaturan” yang tercantum di dalam UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Sebab itu, perlu dilakukan penyusunan kembali yaitu :
• Rancangan peraturan daerah tentang pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara merupakan penyempurnaan dari Perda Nomor 5 tahun 2019 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Raperda ini merupakan tindaklanjut dari Amanat Pasal 2 Peraturan Presiden (Peppres) Nomor 55 tahun 2022 tentang “Pendelegasian” pemberian perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batubara yang memberikan kewenangan kepada gubernur dalam pengelolaan pertambangan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu dan batuan.
• Kewenangan tersebut meliputi pemberian sertifikat standar, pemberian izin, pembinaan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan dan pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan.
• Lebih lanjut Rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara juga mengakomodir terhadap Amanat Pasal 3 Peppres Nomor 55 tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batubara.
• Pasal ini menegaskan bahwa pemerintah pusat telah men-Delegasikan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendukung pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, yang meliputi :
• pertama : Memberikan dan menetapkan wilayah izin usaha pertambangan mineral bukan logam, wilayah izin usaha pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu, dan wilayah izin usaha pertambangan batuan dengan ketentuan berada dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau wilayah laut sampai dengan 12 (dua belas) mil laut.
• Kedua : Penetapan harga patokan mineral bukan logam, penetapan harga patokan mineral bukan logam jenis tertentu, dan penetapan harga patokan batuan.
• Ketiga : pemberian rekomendasi atau persetujuan yang berkaitan dengan kewenangan yang didelegasikan.
“Dengan demikian, raperda ini diharapkan dapat menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dan mampu mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan daerah agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional, meningkatkan pendapatan, serta menciptakan lapangan kerja,” papar H Muhidin. (pik)