Jakarta, koranpelita.net
Menyikapi hasil asistensi dan supervisi penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) Tahun 2026, Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kalsel Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), mengunjungi Direktorat Produk Hukum Daerah (PHD) Kemendagri RI) di Jakarta, Kamis (11/12/2025).
Rombongan dipimpin Wakil Ketua Bapemperda DPRD Kalsel Firman Yusi, bertujuan untuk mencermati sekaligus mendalami beberapa catatan yang diberikan oleh Direktorat PHD terhadap 22 buah Rancangan peraturan daerah (Raperda) yang masuk dalam usulan propemperda tahun 2026.
Ada 15 raperda baru dan 7 ranperda dari tahun sebelumnya yang tidak selesai dibahas pada tahun 2025, termasuk rencana perubahan Peraturan Daerah tentang Pajak Dan Retribusi Daerah (Perda PDRD).
“Ternyata, sebelum perda kita ditetapkan, ada beberapa saran dan masukan dari Kemendagri terkait dengan raperda-raperda yang sudah diusulkan, baik oleh ekskutif maupun oleh inisiatif DPRD.
“Beberapa ranperda diantaranya diminta untuk dilakukan evaluasi, dan jika memang raperda itu sesuai dengan saran Kemendagri, tidak begitu relevan dengan perundang-undangan diatasnya, maka diminta untuk melakukan pencabutan dari propemperda 2026,” ujar Firman Yusi
Selanjutnya, terkait rencana perubahan Perda PDRD, Firman menyatakan, bahwa saat ini perda tersebut sedang dalam tahap evaluasi oleh Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri RI.
“Akan ada instruksi untuk segera melakukan perubahan perda berdasarkan catatan itu, dengan kurun waktu yang tidak terlalu lama, hanya sekitar 15 hari sejak surat itu dikeluarkan oleh kemendagri”, katanya.
Firman juga meminta kepada Kemendagri untuk membuka ruang lebih longgar kepada DPRD Kalsel agar inisiatif yang sedang disusun untuk melakukan perubahan perda ini, untuk menggali kembali potensi pendapatan dari pajak dan retribusi daerah yang akan dimasukan dalam perubahan perda, bisa sekalian dimasukan dalam proses evaluasi tersebut.
“Sehingga dalam proses pembahasan di DPRD tidak harus dilakukan dalam dua proses pembahasan tetapi cukup satu kali pembahasan ranperda, walaupun dengan waktu yang sangat terbatas. Karena ada konsekuensi, begitu 15 hari itu perdanya tidak selesai, maka lagi-lagi akan ada pemotongan terhadap dana transfer daerah dari pemerintah pusat,” jelas Firman Yusi
Ia berharap, agar Pemprov Kalsel, dalam hal ini, Bappeda dan Bapenda Kalsel segera menindaklanjuti dan berkoordinasi dengan Biro Hukum maupun ke Kemendagri RI terkait hasil evaluasi Perda PDRD.
Sementara, Yuniar Putrianti, SP, MAP, Analis Hukum Ahli Muda pada Direktorat Produk Hukum Daerah Ditjen Otda Kemendagri RI, dalam pertemuan singkat mengatakan, raperda yang pindah tahun agar pembahasannya diprioritaskan diawal tahun berikutnya.
Khusus usulan perubahan Perda PDRD agar dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditetapkan selama 15 hari.
Karena akan ada sanksi pemotongan dana transfer ke daerah jika tidak selesai dalam waktu tersebut.
“Yang paling kami tekankan, mohon dikomunikasikan dari pemerintah daerah dengan DPRD bahwasanya ini perda urgen. Ada batas maksimal 15 hari dan juga ada sanksi,” ingat Yuniar.
Andi Fadhli Fadhilla Pangerang, S.STP., M.Kesos, Penelaah Teknis Kebijakan pada Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri RI, juga berharap agar Kalsel bisa melakukan percepatan penyelesaian perubahan Perda PDRD selama 15 hari kerja, terhitung sejak dikeluarkan dan diterimanya surat hasil evaluasi dari Ditjen BKD oleh daerah, mengingat ada sanksi yang cukup berat bagi daerah.(hms/pik)
www.koranpelita.net Lugas dan Faktual